
Judul: Masyarakat Peduli Lingkungan
Di suatu siang yang cerah dan panasnya menyengat, sinar matahari menerangi jalanan penuh bangunan gedung dan pabrik itu.
Terdapat seorang pegawai pabrik berjalan bersama temannya yang baru saja lulus dari kuliahnya.
Pegawai Pabrik : “Aduh, panas banget ya! Kenapa harus masuk kerja jam segini sih!”
Si Teman : “Kamu kerja di mana, sih? Perusahaan apa, kok masuknya bisa siang begini?”
Pegawai Pabrik : “Pabrik tekstil. Tuh, yang letaknya di ujung jalan sana itu, lho! Yang atapnya keluar asap tebel itu.
Si Teman : “Oh, itu! Kok jadi ingat masa-masa kita di SMA yang, Rin.”
Pegawai Pabrik : “ Masa yang mana, tuh?”
Teman : “Ini, lho! Waktu kita dulu sering gencar menyuarakan go green di sekolah.”
Pegawai Pabrik : “Oh, iya! Kita dulu suka banget menyuarakan dukungan buat peduli lingkungan ya, Shin? Tapi…”Si Teman : “Iya, tapi nyatanya di sini pembangunan industry yang nggak ramah lingkungan itu masih banyak. Apalagi kita sendiri nggak bisa terlepas dari ini semua, dan ikut terlibat di dalamnya karena kebutuhan ekonomi! Ya, gak?
Pegawai Pabrik : “Iya, nih! Ujung-ujungnya kita sekarang ikut-ikutan jadi aktor penyebar polusi, apalagi sarana dan biaya untuk menunjang industry lingkungan kurang mencukupi. “
Si Teman : “Iya, kita sebagai rakyat jelata tentu nggak bisa apa-apa. Meski udah berdemo pun suara kita susah didengar, apalagi kalo kita nggak kenal sama orang dalam.”
Pegawai Pabrik : “ Semoa saja semua pejabat pandangannya bisa lebih terbuka lagi, khususnya tentang masalah pelestarian lingkungan!”
Contoh Teks Anekdot Fiksi
Judul: Kumpulan Tikus dan Petani Serang Ular
Dalam rantai makanan pada ekosistem sawah, tikus dianggap sebagai hama yang merugikan petani. Sementara ular justru lebih menguntungkan karena bisa membasmi hama tikus, sedangkan petani yang tidak mengerti hal ini justru memusnahkan ular karena dianggap berbahaya sehingga tikus pun semakin meKetua Genglela.
Suatu hari di sawah petani pada malam hari, beberapa ekor tikus sedang mendiskusikan hal penting di markas bawah tanahnya dengan serius. Mereka ingin menyerah sawah petani di malam hari dan memakan beberapa sayur dan tanaman segar.
Ketua Geng Tikus : “ Jadi rencana kita nanti harus sukses agar kita bisa menambah lebih banyak persediaan makanan”
Anggota Tikus 1 : “ Tapi, bos, makanan kita cukup banyak, bisa untuk mencukupi kebutuhan hingga tiga hari ke depan.”
Ketua Geng Tikus : “ Kamu pikir makanan itu hanya untuk makan dirimu sendiri? Tentu tidak, kan ada aku!”
Para angota dari kelompok tikus tersebut pun hanya terdiam dan menurut dengan apa yang dikatakan Ketua Gengnya.
Anggota Tikus 2 : “ Tapi Ketua Geng, misi kita malam ini tidak berhasil jika ada musuh yang paling berbahaya.”
Ketua Geng Tikur : “Ooh, si ular itu? Tenang saja, aku sudah memiliki rencana untuk menghadapinya. Kita serang ular itu bersama-sama malam ini, dan pastikan dia tidak berkutik lagi kembali ke lahan petani ini. Tetapi, harus ada satu tikus yang menjadi umpannya.”
Para tikus pun saling berpandangan dan berharap tidak ada yang akan dijadikan umpan di antara mereka semua. Kemudian Ketua Geng menunjuk secara acak, dan mau tidak mau harus menurutinya.
Di lahan petani yang gelap itu, muncullah seekor ular yang sedang mencari para tikus berkeliaran yang hendak mencuri makanan hasil tani.
Ular Sawah berkata, “Kemana para tikus ini, padahal aku sangat kelaparan.”
Kemudian seekor tikus bergerak perlahan untuk memancing perhatian si ular. Ketika ular tersebut mulai mendekati dengan gerakan tanpa suara tapi gesit, tikus-tikus yang lain pun mengikutinya dan berharap misi mereka bisa berjalan sesuai harapan.
Saat hampir menuju keberhasilan, para tikus mulai bermunculan secara beramai-ramai hendak menyerang si ular. Si ular yang mengetahui akan ancaman tersebut pun segera berencana melarikan diri, karena kegesitannya tidak bisa dikalahkan oleh seekor tikus manapun. Namun, suatu ketika saat sedang mengejar si ular, para tikus tiba-tiba beralih untuk tidak mengejarnya, dan hal tersebut membuat si ular heran. Kemudian dilihatnya seorang petani yang tiba-tiba keluar dari rumah.
Petani yang kaget melihat seekor ular dan menganggapnya berbahaya itupun sontak memukul si ular hingga tidak berdaya. Ular tersebut terlihat belum mati, namun si petani segera membuangnya ke sungai kecil yang berada tidak jauh dari lahan sawahnya. Tubuh ulah yang lemas itu pun ikut terbawa arus sungai yang cukup deras di malam hari tersebut. Si petani dengan bangga kembali ke rumahnya karena merasa bahwa ancaman dari ular telah hilang tanpa mengetahui dampak yang akan dialami.
Para tikus yang mengetahui kejadian tersebut pun sangat senang bukan kepalang, dengan segera mereka menyusun rencana untuk menguasai lahan petani saat si petani sudah tidak terlihat lagi di balik kegelapan malam.
Keesokan harinya, saat si petani kembali ke lading untuk bertani, Ia telah dikejutkan dengan kondisi lahannya yang berantakan. Kemudian para petani lain yang sedang melewati lahannya berkata pada si petani.
“Wah, itu sepertinya karena ulah para tikus tadi malah itu, pak. Makanya kalau ada ular sebaiknya dijaga aja pak, bila perlu dipelihara malah, buat ngusir para tikus yang rakus itu.”
Si petani tidak bisa berkata-kata, sementara ia mengingat bahwa Ia tidak memiliki alat pengusir tikus, ataupun hewan peliharaan yang bisa memangsa tikus-tikus rakus itu. Apalagi ia juga baru tersadar bahwa ular pemangsa yang biasa menghilangkan hama tersebut telah dibunuhnya kemarin malam. Dan si petani pun hanya bisa menyesali semua perbuatannya tersebut.
Pesan : Amanat atau pesan yang ada di dalam teks anekdot tersebut seperti sebuah perumpamaan. Tikus secara umum diibaratkan sebagai koruptor, sedangkan si ular adalah penangkap para koruptor, dan si petani adalah rakyat.
Kisah tersebut menggambarkan keadaan di dunia nyata, yakni para koruptor berdasi yang memiliki jabatan tinggi bisa mempengaruhi rakyat agar tetap mendukungnya tanpa sadar sehingga secara tidak sadar pula rakyat tersebut juga melemahkan keadaan para pembela anti korupsi yang bertugas membersihkannya.